Jombang ternyata bukanlah daerah yang miskin akan seni budaya, itu bisa dibuktikan dengan banyak ditemukannya jenis kesenian yang tumbuh di Jombang meski belum banyak tergali dengan sempurna. Salah satu kesenian yang ada itu bernama Wayang Topeng Jatiduwur. Nama Wayang Topeng Jatiduwur itu diambil mungkin karena kebetulan saat ini keberadaan komunitas ini beradi wilayah desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kab. Jombang. Konon menurut cerita Wayang Topeng Jatiduwur ini berasal dari masa Majapahit kemudian secara turun temurun diwariskan kepada ahliwarisnya. Keberadaan topengnya sendiri konon juga sudah beberapa kali berpindah kepemilikannya. Pernah berada di daerah trowulan, pernah juga berada di daerah Betek Mojoagung, dan terakhir kini berada di Ds. Jatiduwur Kec. Kesamben Kab. Jombang. Meski ditempat lain, tepatnya di Ds. Manduro, Kec. Kabuh, Kab. Jombang juga ditemukan komunitas topeng yang menamakan dirinya Komunitas Sandur Manduro, namun Wayang Topeng Jatiduwur memiliki karekteristik tersendiri dibanding dengan Sandur Manduro. Namun karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan leteratur yang bisa dijadikan acuan tentang Wayang Topeng Jatiduwur ini sementara ini acuan yang dipergunakan hanyalah cerita dari mulut ke mulut yang beredar di masyarakat Jatiduwur. Para pelaku Wayang Topeng Jatiduwur ini juga sudah banyak yang meninggal sehingga regenerasi dikomunitas ini sedikit terganggu. Beruntung saat ini ada seorang guru agama di sebuah Sekolah Dasar yang tidak mengerti tentang seni samasekali tetapi sangat konsen untuk nguri-uri kebudayaan yang bernama Bpk. Supriyo. Beliaulah yang berjuang untuk memperkenalkan Wayang Topeng Jatiduwur kepada masyarakat luas, tentu diawal perjuaannya dia banyak sekali mendapat rintangan dan tantangan baik dari keluarga maupun masyarakat sekitar karena mereka menganggap tidak pantas seorang guru agama kok ngurusi Wayang Topeng yang menurut mereka berbau magis dan kemusrikan karena disetiap penampilannya selalu mengadakan ritual sesajen. Belum lagi wayang topeng topeng Jatiduwur juga bisa dibilang miskin cerita. Hanya ada beberapa cerita yang biasa ditampilkan oleh Komunitas ini antara lian Patah Kuda Narawangsa dan Wiruncara Murca. Kostum/busana serta peralatan gamelannyapun masih jauh dari kata layak dan masih perlu bantuan dari dari pihak dan instasnsi terkait untuk menatanya.

 

Leave a comment